BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Proses keperawatan pada klien dengan
masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena masalah kesehatan
jiwa mungkin tidak dapat dilihat langsung seperti pada masalah kesehatan fisik,
memperlihatkan gejala yang berbeda, dan muncul oleh berbagai penyebab.
Kejadian masa lalu yang sama dengan kejadian saat ini, tetapi mungkin muncul
gejala yang berbeda. Banyak klien dengan masalah kesehatan jiwa tidak dapat
menceritakan masalahnya bahkan mungkin menceritakan hal yang berbeda dan
kontradiksi. Kemampuan mereka untuk berperan dalam menyelesaikan masalah juga
bervariasi (Depkes RI. 1993).
Hubungan saling percaya antara
perawat dan klien merupakan dasar utama dalam melakukan asuhan keperawatan pada
klien gangguan jiwa. Hal ini penting karena peran perawat dalam asuhan
keperawatan jiwa adalah membantu klien untuk dapat menyelesaikan masalah sesuai
kemampuan yang dimiliki. Klien mungkin menghindar atau menolak berperan serta
dan perawat mungkin cenderung membiarkan, khususnya pada klien yang tidak
menimbulkan keributan dan yang tidak membahayakan (Depkes RI. 1993).
B.
Tujuan
Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa
mampu mengerti tentang “ASUHAN
KEPERAWATAN KECEMASAN DAN GANGGUAN CITRA TUBUH ”
2. Tujuan Khusus
a.
Mampu
memahami tentang pengertian dan semua teori kecemasan dan gangguan citra tubuh.
b.
Mampu
memahami tentang proses keperawatan pada klien dengan kecemasan dan
gangguan citra tubuh.
C.
Metode
Penulisan
Metode
Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah menggunakan
metode kepustakaan. Dalam metode ini para penyusun membaca buku-buku yang
berhubungan dengan makalah ini.
Makalah
ini disusun secara sistematika yang terdiri dari tiga bab yaitu :
Bab I : Berisi tentang Pendahuluan, yang berisi tentang
latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II : Berisi Tinjauan Teoritis, yang berisi tentang konsep dasar terdiri dari pengertian
kecemasan dan gangguan citra tubuh ,Tanda
dan gejala kecemasan , faktor- faktor yang memepengaruhi citra tubuh, asuhan
keperawatan kecemasan dan gangguan citra tubuh.
Bab III : Berisi Penutup, yang berisi tentang
kesimpulan dan saran-saran. Pada bagian akhir makalah ini penulis cantumkan
juga daftar pustaka.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Pengertian
kecemasan
Ansietas menurut Stuart (1995) dalam Sujono (2009) adalah kekhwatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik (Sujono, 2009).
Ansietas (cemas) adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan dapat dibenarkan yang sering disertai gejala fisiologis, sedangkan pada gangguan ansietas terkandung unsur penderitaan yang bermakna dan gangguan fungsi yang disebabkan oleh kecemasan tersebut (Sujono, 2009).
Ansietas menurut Stuart (1995) dalam Sujono (2009) adalah kekhwatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik (Sujono, 2009).
Ansietas (cemas) adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan dapat dibenarkan yang sering disertai gejala fisiologis, sedangkan pada gangguan ansietas terkandung unsur penderitaan yang bermakna dan gangguan fungsi yang disebabkan oleh kecemasan tersebut (Sujono, 2009).
B.
Tanda
dan Gejala Ansietas
Penderita yang mengalami kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang khas dan terbagi dalam beberapa fase, yaitu :
Penderita yang mengalami kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang khas dan terbagi dalam beberapa fase, yaitu :
1. Fase 1
Keadan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka
tubuh mempersiapkan diri untuk fight (berjuang), atau flight (lari
secepat-cepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak sebagai akibat dari
peningkatan sekresi hormon adrenalin. Oleh karena itu, maka gejala adanya
kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan kelelahan, terutama di otot-otot
dada, leher dan punggung. Dalam persiapannya untuk berjuang, menyebabkan otot
akan menjadi lebih kaku dan akibatnya akan menimbulkan nyeri dan spasme di otot
dada, leher dan punggung. Ketegangan dari kelompok agonis dan antagonis akan
menimbulkan tremor dan gemetar yang dengan mudah dapat dilihat pada jari-jari
tangan. Pada fase ini kecemasan merupakan mekanisme peningkatan dari
sistem syaraf yang mengingatkan kita bahwa system syaraf fungsinya mulai gagal
mengolah informasi yang ada secara benar.
2.
Fase 2
Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti
gelisah, ketegangan otot, gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga
mulai tidak bisa mengontrol emosinya dan tidak ada motivasi diri. Labilitas
emosi dapat bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab, yang beberapa saat
kemudian menjadi tertawa. Mudah menangis yang berkaitan dengan stres mudah
diketahui. Akan tetapi kadang-kadang dari cara tertawa yang agak keras dapat
menunjukkan tanda adanya gangguan kecemasan fase dua (Asdie,
1988). Kehilangan motivasi diri bisa terlihat pada keadaan seperti
seseorang yang menjatuhkan barang ke tanah, kemudian ia berdiam diri saja
beberapa lama dengan hanya melihat barang yang jatuh tanpa berbuat sesuatu.
3. Fase 3
Keadaan kecemasan fase satu dan dua
yang tidak teratasi sedangkan stresor tetap saja berlanjut, penderita akan
jatuh kedalam kecemasan fase tiga. Berbeda dengan gejala-gejala yang terlihat
pada fase satu dan dua yang mudah di identifikasi kaitannya dengan stres, gejala
kecemasan pada fase tiga umumnya berupa perubahan dalam tingkah laku dan
umumnya tidak mudah terlihat kaitannya dengan stres. Pada fase tiga ini
dapat terlihat gejala seperti : intoleransi dengan rangsang sensoris,
kehilangan kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang sebelumnya telah mampu ia
tolerir, gangguan reaksi terhadap sesuatu yang sepintas terlihat sebagai gangguan
kepribadian (Hawan.
D. 2004).
C.Tingkat
Ansietas
Tingkatan ansietas menurut Stuart (2006) dibagi menjadi 4 yaitu :
Tingkatan ansietas menurut Stuart (2006) dibagi menjadi 4 yaitu :
1.
Ansietas
ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari, ansietas pada
tingkat ini menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan
persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan
dan kreatifitas.
2.
Ansietas
sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan padahal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami tidak perhatian yang
selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih banyak jika diberi arahan.
3.
Ansietas
berat sangat mengurangi lahan persepsinya seseorang. Individu cenderung untuk
berfokus pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak dapat berfikir
tentang yang lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan.
Individu tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat berfokus pada suatu
area lain.
4.
Tingkat
panik dari ansietas berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Karena
mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi
kepribadian dan terjadi peningkatan aktifitas motorik, menurunnya kemampuan
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pe3mikiran
yang rasional (Sujono, 2009).
D. Poses
Keperawatan
1. Pengkajian
Ansietas dapat diekspresikan secara langsung melalui
perubahan fisiologis dan perilaku dan secara tidak langsung dapat timbul gejala
atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan ansietas. Peningkatan
intensitas perilaku akan meningkat sejalan dengan meningkatnya ansietas.
a.
Faktor
Predisposisi
Berbagai teori yang dikembangkan untuk menjelaskan
penyebab ansietas adalah :
1)
Dalam
pandangan psikoanalitik yang dikemukakan Sigmund Freud, ansietas adalah konflik
emosional yang terjadi antara dua elemen keperibadian id dan super ego. Id
mewakili dorongan insting dan implus primitif individu, sedangkan super ego
mkencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya
individu.
2)
Menurut
pandangan interpersonal yang dikemukakan oleh Sullivan ansietas timbul dari perasaan
takut dari tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Hal ini juga
berhubungan dengan trauma perkembangan seperti perpisahan, kehilangan yang
menimbulkan individu tidak berdaya.
3)
Menurut
pandangan perilaku ansietas merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang
menganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang di inginkan. Para ahli
perilaku menganggap ansietas sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan
keinginan untuk menghindari rasa sakit.
4)
Kajian
keluarga menunjukan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasanya terjadi
dalam suatu keluarga. Teori ini juga tumpang tindih antara gangguan ansietas
dengan depresi.
5)
Kajian
biologis menunjukan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas.
b.
Stresor
Pencetus
Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal atau
eksternal. Stresor pencetus dapat diklasifikasikan dalam 2 jenis :
1)
Ancaman
terhadap integritas seseorang meliputu ketidakmampuan fisiologis yang akan terjadi
atau menurunkan kapasitas untuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari. Pada
ancaman ini, stresor yang berasal dari sumber eksternal adalah faktor-faktor
yang menyebabkan gangguan fisik misalnya : infeksi virus, polusi udara.
Sedangkan yang menjadi sumber internalnya adalah kegagalan mekanisme fisiologis
tubuh misalnya : sistem jantung, sistem imun, pengaturan suhu dan perubahan
fisiologis selama kehamilan.
2)
Ancaman
terhadap sistem diri sesorang dapat membahayakan identitas, harga diri dan
fungsi sosial yang terintegrasi seseorang. Ancaman yang berasal dari sumber
eksternal yaitu kehilangan orang yang berarti (meninggal, perceraian, pindah
kerja) dan ancaman yang berasal dari sumber internal berupa gangguan hubungan
intrpersonal dirumah, tempat kerja, atau menerima peran baru.
3) Perilaku
Ansietas
dapat diekspresikan langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku secara
tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping dalam upaya
mempertahankan diri dari ansietas. Intensitas dari perilaku akan meningkat
sejalan dengan peningkatan ansietas.
c.
Sumber
Koping
Sumber koping merupakan sumber yang dapat membantu
individu mengurangi atau mengatasi masalah yang dapat menimbulkan stres. Sumber
koping tersebut dapat berupa keadaan ekonomi keluarga, dukungan keluarga atau
sosial, kemampuan menyelesaikan masalah dan keyakinan agama atau budaya.
d.
Mekanisme
Koping
Ketika mengalami ansietas,
individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya dan
ketidakmampuan mengatasi ansietas secara kontruktif merupakan penyebab utama
terjadinya perilaku patologis. Pola yang biasanya digunakan individu untuk
mengatasi ansietas ringan cenderung tetap dominan ketika ansietas yang
menghebat. Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan 2 jenis mekanisme
koping :
1)
Reaksi
yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan berorientasi pada
tindakan un tuk memenuhi tuntutan situasi stres secara realistis.
2) Mekanisme pertahanan ego
membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang tetapi jika berlangsung pada
tingkat tidak sadar dan melibatkan penipuan diri dan distorsi realitas maka
mekanisme ini dapat merupakan respon maladaptif terhadap stres.
2. Diagnosa Keperawatan
Pembentukan diagnosa keperawatan
mengharuskan untuk perawat menentukan kualitas (kesesuaian) dari respon pasien,
kuantitas (tingkat) dari ansietas pasien dan sifat adaptif atau maladaptif dari
mekanisme koping yang digunakan (Doenges. M. 2006).
Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan respon kecemasan :
a. Respon Ansietas pada
Tingkat Berat dan Panik.
b.
Respon
Ansietas Tingkat Sedang.
3. Perencanaan
Pasien harus meningkatkan keterampilannya dalam
mengendalikan ansietas dan mengunakan keterampilan tersebut secara sadar dan
kontruktif. Dengan cara ini klien menjadi kuat dan lebih terintegrasi (Sujono, 2009).
Rencana keperawatan : respon ansietas
pada tingkat berat dan panik
Diagnosa keperawatan : ansietas
berat/panik
Kriteria
hasil : pasien akan mengurangi ansietasnya sampai tingkat sedang atau ringan.
Tujuan jangka pendek
|
Intervensi
|
Rasional
|
Pasien
dapat terlindung dari bahaya
|
1.
Dukung dan terima mekanisme pertahanan diri klien.
2.
Berikan umpan balik pada klien tentang perilaku, stresor dan
sumber koping. Hindari perhatian terhadap fobia, ritual, atau keluhan fisik.
|
1. Ansietas
berat dan panik dapat dikurangi dengan mengizinkan klien untuk menentukan
besarnya stres yang dapat ditangani.
2. Jika klien
tidak mampu menghilangkan ansietas, ketegangan dapat mencapai tingkat panik
dan klien dapat kehilangan kendali.
|
Klien
akan mengalami situasi yang lebih sedikit menimbulkan ansietas
|
1.
Kurangi stimulus lingkungan, batasi interaksi klien dengan klien
lain, untuk meminimalkan aspek menularnya ansietas.
|
1. Perilaku
klien dapat dimodifikasi dengan mengubah lingkungan dan interkasi klien
dengan lingkungan.
|
Klien akan terlibat dalam aktivitas yang dijadwalkan sehari-hari
|
1.
Ikutlah terlibat dengan aktivtas klien untuk memberikan dukungan
dan penguatan perilaku produktif secara sosial.
|
1.
Dengan mendorong aktivitas keluar rumah, perawat membatassi
waktu klien yang tersedia untuk mekanisme koping destruktif dan meningkatkan
partisipasi dan menikmati aspek kehidupan lainnya.
|
Klien
akan mengalami penyembuhan dan gejala-gejala ansietas berat.
|
1.
Berikan mediaksi yang dapat membantu mengurangi rasa tidak
nyaman pada klien.
|
1.
Efek hubungan terapeutik dapat ditingkatkan jika kendali kimiawi
terhadap gejala memungkinkan klien untuk mengarahkan perhatian pada konflik
yang mendasari
|
Rencana asuhan keperawatan
: respon ansietas tingkat sedang
Diagnosa keperawatan :
ansietas sedang
Kriteria hasil : pasien
akan menunjukan cara koping adaptif terhadap stres
Tujuan jangka pendek
|
intervensi
|
rasional
|
Klien akan
mengidentifikasi dan menggambarkan perasaan tentang ansietasnya.
|
1.
Bantu pasien mengidentifikasi dan menggambarkan perasaan yang
mendasari kecemasan, kaitkan perilaku klien dengan perasaan tersebut.
|
1.
Untuk mengadopsi respon koping yang baru, klien pertama kali
harus menyadari perasaan dan mengatasi penyangkalan dan resisten yang
disadari atau tidak disadari.
|
Pasien akan
mengidentifikasi penyebab ansietas.
|
1.
Tinjau penilaian klien terhadap stresor, nilai-nilai yang
terancam dan cara konflik berkembang.
|
1.
Setelah perasaan ansietas dikenali, klien harus mengerti
perkembangannya termasuk stresor pencetus, penilaian stresor dan sumber yang
tersedia.
|
Pasien akan
mengimplementasikan dua respon adaptif untuk mengatasi ansietas.
|
1.
Bantu klien mengidentifikasi cara untuk membangun kembali
pikiran, menggunakan sumber dan menguji respon koping yang baru.
|
1.
Individu dapat mengatasi stres dengan rmengatur distres emosional
yang menyertainya melalui teknik penatalaksanaan stres.
|
4. Implementasi
Implementasi merupakan pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada situasi
nyata sering implementasi jauh berbeda dengan rencana. Hal ini karena perawat
belum terbiasa dengan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan.
Rencana yang dilakukan adalah rencana tidak tertulis, apa yang dipikirkan,
dirasakan. Fokus intervensi pada klien dengan respon ansietas menurut tingkatannya,
yaitu :
a.
Intervensi
dalam ansietas tingkat berat dan panik
Prioritas
tertinggi dari tujuan keperawatan harus ditujukan untuk menurunkan ansietas
tingkat berat atau panik. Pasien dan intervensi keperawatan yang berhubungan
harus supportif dan protektif.
b.
Intervensi
dalam ansietas tingkat sedang
Saat ansietas pasien menurun sampai tingkat ringan atau
sedang perawat dapat mengimplementasikan intervensi keperawatan reeduktif atau
berorientasi pada pikiran. Intervensi ini melibatkan pasien dalam proses pemecahan
masalah.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai
efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi ini harus dilakukan
terus-menerus pada respons ansietas klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan. Hal-hal yang perlu dievaluais meliputi :
a.
Apakah
ancaman terhadap integritas fisik atau sistem diri pasien berkurang dalam
sifat, jumlah, asal atau waktunya ?
b.
Apakah
perilaku pasien mencerminkan ansietas tingkat ringan atau tingkat yang lebih
berat ?
c.
Apakah
sumber koping pasien telah dikaji dan dikerahkan dengan adekuat ?
d.
Apakah
pasien mengenali ansietasnya sendiri dan mempunyai pandangan terhadap perasaan
tersebut ?
e.
Apakah
pasien menggunakan respon koping adaptif ?
f.
Sudahkah
pasien belajar strategi adaptif baru untuk mengurangi kecemasan ?
E. Konsep Gangguan Citra tubuh
1.
Pengertian
Citra tubuh adalah kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak
disadari terhadap tubuhnya, termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, serta
perasaan tentang struktur, bentuk, dan fungsi tubuh. Gangguan citra tubuh
adalah perasaan tidak puas terhadap perubahan struktur, bentuk, dan fungsi
tubuh karena tidak sesuai dengan yang diinginkan (Keliat, 2011).
Suatu
gangguan citra tubuh dapat diketahui perawat dengan mewawancarai dan mengamati
pasien secara berhati-hati untuk mengidentifikasi bentuk ancaman dalam citra
tubuhnya (fungsi signifikan bagian yang terlibat, pentingnya penglihatan dan
penampilan fisik bagian yang terlibat); arti kedekatan pasien terhadap anggota
keluarga dan anggota penting lainnya dapat membantu pasien dan keluarganya
(Kozier, 2004).
2.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Citra Tubuh
Citra
tubuh dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik. Perubahan
perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek
penampakan yang lebih besar pada tubuh dibandingkan dengan aspek lainnya dari
konsep diri. Selain itu, sikap dan nilai kultural dan sosial juga mempengaruhi
citra tubuh. Pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh
persepsi dan pandangan orang lain. Cara individu memandang dirinya mempunyai
dampak yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang realistik terhadap
dirinya, menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan membuatnya lebih merasa
aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri. Proses
tumbuh kembang fisik dan kognitif perubahan perkembangan yang normal seperti
pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh
bila dibandingkan dengan aspek lain dari konsep diri (Potter & Perry,
2005).
3.
Negatif
dan Positif Citra Tubuh
Citra
tubuh yang negatif merupakan suatu persepsi yang salah mengenai bentuk
individu, perasan yang bertentangan dengan kondisi tubuh individu sebenarnya.
Individu merasa bahwa hanya orang lain yang menarik dan bentuk tubuh dan ukuran
tubuh individu adalah sebuah tanda kegagalan pribadi. Individu merasakan malu, self-conscious,
dan khawatir akan badannya. Individu merasakan canggung dan gelisah terhadap
badannya.
Sedangkan
citra Tubuh yang positif merupakan suatu persepsi yang benar tentang bentuk
individu, individu melihat tubuhnya sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
Individu menghargai badan/tubuhnya yang alami dan individu memahami bahwa
penampilan fisik seseorang hanya berperan kecil dalam menunjukkan karakter
mereka dan nilai dari seseorang. Individu merasakan bangga dan menerimanya
bentuk badannya yang unik dan tidak membuang waktu untuk mengkhawatirkan
makanan, berat badan, dan kalori. Individu merasakan yakin dan nyaman dengan
kondisi badannya.
4.
Tanda
Dan Gejala Gangguan Citra Tubuh
Adapun
tanda dan gejala dari gangguan citra tubuh yaitu menolak melihat dan menyentuh
bagian tubuh yang berubah, tidak menerima perubahan tubuh yang telah
terjadi/akan terjadi, menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatif pada
tubuh, preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang, mengungkapkan keputusasaan,
mengungkapkan ketakutan (Azizah,
Lilik.M. 2011).
5.
Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan
Citra Tubuh
a. Pengkajian
Citra tubuh adalah kumpulan dari sikap individu yang
disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya , termasuk persepsi masa lalu dan
sekarang, serta perasaan tentang struktur, bentuk, dan fungsi tubuh. Gangguan
citra tubuh adalah perasaan tidak puas terhadap perubahan struktur, bnetuk, dan
fungsi tubuh karena tidak sesuai dengan yang diinginkan. Pengkajian perubahan citra
tubuh terintegrasi dengan pengkajian lain. Setelah diagnosa, tindakan operasi
dan program terapi biasanya tidak segera tampak respon pasien terhadap
perubahan-perubahan. Tetapi perawat perlu mengkaji kemampuan pasien untuk
mengintegrasikan perubahan citra tubuh secara efektif (Keliat, 2011).
Data
objektif yang dapat diobservasi pada
gangguan citra tubuh adalah sebagai berikut :
1)
Perubahan
dan kehilangan anggota tubuh, baik struktur, bentuk, maupun fungsi.
2)
Pasien
menyembunyikan atau memamerkan bagian tubuh yang terganggu.
3)
Pasien
menolak melihat bagian tubuh.
4) Pasien menolak menyentuh
bagian tubuh.
Data subjektif untuk
gangguan citra tubuh adalah sebagai berikut :
a.
Pasien
mengungkapkan penolakan terhadap :
1)
Perubahan
anggota tubuh saat ini, misalnya tidak puas dengan hasil operasi.
2)
Anggota
tubuh yang tidak berfungsi
3)
Interaksi
dengan orang lain
b.
Pasien
mengungkapkan perasaan tidak berdaya, tidak berharga, dan keputusasaan
c.
Pasien
mengungkapkan keinginan terlalu tinggi terhadap bagian tubuh yang terganggu
d.
Pasien
sering mengatakan merasa kehilangan
e.
Pasien
merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang (Keliat, 2011).
b.
Diagnosa
Keperawatan
Selama
pasien dirawat, perawat melakukan tindakan untuk diagnosa potensial, dan akan
dilanjutkan oleh perawat di Unit Rawat Jalan untuk memonitor kemungkinan
diagnosa aktual. Beberapa diagnosa
gangguan citra tubuh adalah potensial gangguan citra tubuh yang berhubungan
dengan efek pembedahan (Keliat, 2011).
c.
Tindakan
Keperawatan
1)
Tindakan
keperawatan untuk pasien dengan gangguan citra tubuh bertujuan :
a)
Pasien
mampu mengidentifikasi citra tubuhnya.
b) Pasien mempu meningkatkan
penerimaan terhadap citra tubuh.
c) Pasien mampu
mengidentifkasi aspek positif diri.
d) Pasien mampu mengetahui
cara untuk meningkatkan citra tubuh.
e) Pasien mampu melakukan cara
untuk meningkatkan citra tubuh.
f)
Pasien
mampu berinteraksi dengan orang lain tanpa terganggu.
2)
Tindakan
keperawatan untuk pasien dengan gangguan citra tubuh adalah sebagai berikut :
a)
Diskusikan
persepsi pasien tentang citra tubuhnya dahulu dan saat ini, perasaaan, dan
harapan terhadap citra tubuhnya saat ini.
b)
Motivasi
pasien untuk melihat bagian tubuh yang hilang secara bertahap, bantu pasien
menyentuh bagian tersebut.
c)
Diskusiakan
aspek positif diri.
d)
Bantu
pasien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu.
e)
Ajarkan
pasien untuk meningkatkan citra tubuh dengan cara sebagai berikut :
Gunakan
prosthesis, kosmetik, atau alat lain sesegera mungkin gunakan pasien yang baru. Motvasi pasien untuk
melakukan aktivitas yang mengarah pada pembentukan tubuh yang ideal.
f) Lakukan interaksi secara
bertahap dengan cara sebagai berikut :
Susun jadwal kegiatan sehari-hari, Motivasi pasien untuk
melakukan aktivitas sehari-hari dan terlibat dalam aktivitas social dan
keluarga, Motivasi
pasien untuk mengunjungi teman atau orang lain yang berarti atau mempunyai
peran penting bagi dirinya, Beri
pujian terhadap keberhasilan pasien dalam melakukan interaksi (Keliat, 2011).
3)
Tindakan
keperawatan untuk keluarga bertujuan :
a)
Keluarga
mampu mengenal masalah gangguan citra tubuh
b)
Keluarga
mampu mengetahui cara mengatasi masalah gangguan citra tubuh
c)
Keluarga
mampu merawat pasien dengan gangguan citra tubuh
d)
Keluarga
mampu menyusun rencana tindakan untuk pasien dengan gangguan citra tubuh.
4)
Tindakan
keperawatan untuk keluarga adalah sebagai berikut :
a)
Jelaskan
kepada keluarga tentang gangguan citra tubuh yang terjadi pada pasien.
b)
Jelaskan
kepada keluarga tentang cara mengatasi gangguan citra tubuh.
c)
Ajarkan
kepada kelurga tentang cara merawat pasien :
Menyediakan fasilitas untuk
memenuhi pasien dirumah, Memfasilitasi
interaksi dirumah, Melaksanakan
kegiatan dirumah dan kegiatan social, Memberikan
pujian yang telah dilakukan pasien.
d)
Bersama
keluarga susun tindakan yang akan dilakukan keluaraga untuk gangguan citra
tubuh.
e)
Beri
pujian yang realistis terhadap keberhasilan keluarga ( Keliat, 2011).
d. Evaluasi
Keberhasilan
tindakan terhadap perubahan gambaran tubuh pasien dapat diidentifikasi melalui
perilaku pasien yaitu memulai kehidupan sebelumnya, termasuk hubungan
interpersonal dan sosial, pekerjaan dan cara berpakaian, mengemukakan
perhatiannya terhadap perubahan citra tubuh, memperlihatkan kemampuan koping,
kemampuan meraba, melihat, memperlihatkan bagian tubuh yang berubah, kemampuan
mengintegritasikan perubahan dalam kegiatan (pekerjaan, rekreasi dan seksual),
harapan yang disesuaikan dengan perubahan yang terjadi, mampu mendiskusikan
rekonstruksi Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir :
S = Respons subjektif klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan.
Misalnya : pasien mengatakan malu pada kakainya yang
diamputasi sehingga tidak dapat bekerja seperti dahulu dan pasien berharap
dapat melakukan aktvitas walaupun kakinya diamputasi.
O = Respons objektif klien terhadap
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Misalnya : kaki pasen masih ditutup
oleh sarung tetapi pasien mulai mau melihat kakinya yang diamputasi. Ekspresi
wajah murung, tetapi tampak memperhatikan perawat saat perawat menjelaskan
bahwa pasien masih berguna.
A = Analisa ulang atas data subjektif dan
objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap
atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi
dengan masalah yang ada.
Misalnya : masalah belum teratasi.
P = Perencanaan atau tindak lanjut
berdasarkan hasil analisa pada respons klien. Misalnya : menganjurkan pasien untuk
mengidentifikasi potensi fungsi tubuh yang lain, menganjurkan pasien untuk
meningkatakan citra tubuh, motivasi pasien untuk menggunakan bagian tubuh yang
masih berfungsi (Videbeck,
Shela. 2008).
BAB III
KESIMPULAN DAN
SARAN
- Kesimpulan
Ansietas menurut Stuart
(1995) dalam Sujono (2009) adalah kekhwatiran yang tidak jelas dan menyebar,
yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini
tidak memiliki abjek yang spesifik (Sujono, 2009).
Citra
tubuh adalah kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari
terhadap tubuhnya, termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, serta perasaan
tentang struktur, bentuk, dan fungsi tubuh. Gangguan citra tubuh adalah
perasaan tidak puas terhadap perubahan struktur, bentuk, dan fungsi tubuh
karena tidak sesuai dengan yang diinginkan (Keliat, 2011).
B. Saran
Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan dapat bersifat membangun bagi pembaca pada umumnya. Dan penulis
juga menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan
kritik yang membangun sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, Lilik.M. 2011. Keperawatan
Jiwa Aplikasi Praktek Klinik. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Depkes RI. 1993, Pedoman
Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa di Indonesia. III Depkes RI.
Doenges. M. 2006. Rencana
Asuhan Keperawatan Psikiatri, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Hawan. D. 2004. Manajemen
Stress, cemas dan depresi. Jakarta : Gaya Baru.
Keliat,.B.A. 2009. Model Praktik
Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC.
Sujono. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Videbeck, Shela. 2008. Buku
Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.